Mahasiswa Ideal

Mahasiswa ideal, apaan tuh? Mana ada yang ideal di dunia ini. Itulah kira-kira celoteh banyak mahasiswa ketika ditanya tentang mahasiswa ideal. Sungguh sebuah jawaban yang terlalu pessimistis. Hal ini menunjukkan mentalitas generasi muda kita dewasa ini. Generasi yang terlanjur trauma dengan beratnya jejak-jejak penjajahan kolonial, perekonomian yang kian memburuk dan krisis keteladanan dari generasi tua.

Ideal, idealis adalah predikat mahasiswa seharusnya. Menjadi ideal adalah sebuah pengharapan yang dibaringi tindakan. Menjadi ideal menuju kesempurnaan adalah proses panjang yang harus dilewati, diwujudkan. Terus berusaha, tanpa kenal kata henti adalah menjadi kata kuncinya.

Mahasiswa merupakan golongan elit di bangsa ini. Dari sekian banyak pemuda di negeri ini, merekalah yang memiliki kapasitas keilmuan lebih dari sisanya. Dan jumlah mereka sedikit. Sebenarnya, merekalah yang paling bisa diharapkan untuk memimpin perubahan bangsa ini. Dan pada kenyataannnya memang bangsa ini berharap pada mereka, walaupun bangsa ini tidak menyadarinya.

Karena itu, mahasiswa, tanpa ada hak menolak, telah dibebani tiga buah peran: 1) agen perubahan, 2) penjaga nilai, dan 3) cadangan masa depan. Karena itu mahasiswa ideal adalah mereka yang dapat menyadari, memahami, dan menjalankan peran yang diberikan kepada mereka dengan sebaik-baiknya.

Diperlukan kapasitas yang cukup untuk menjalankan peran-peran tersebut dengan baik. Ada tiga kelompok besar kapasitas yang diperlukan: 1) kapasitas akhlak dan moral, 2) kapasitas sosial politik, 3) kapasitas keilmuan dan keprofesian.

Seorang agen perubahan dituntut untuk memberikan pengaruh kepada manusia yang lain sehingga perubahan itu dapat terjadi di sekitarnya. Ini menuntut adanya pengetahuan yang cukup tentang manusia. Di sinilah letak pentingnya kapasitas sosial politik. Agar para agen tersebut dapat berkomunikasi secara baik dengan manusia lainnya untuk menyampaikan gagasan perubahan yang dibawanya serta efektif dalam merekayasa perubahan sosial di sekitarnya.

Mahasiswa sebagai penjaga nilai memerlukan kapasitas akhlak dan moral yang baik. Dapat kita simpulkan secara sederhana bahwa akar permasalahan yang ada di bangsa ini adalah busuknya moralitas. Mahasiswalah yang masih dianggap idealis untuk mengatakan yang benar itu benar dan salah itu salah. Karena mahasiswa dinilai tidak memiliki kepentingan politis dalam memperjuangkan apa yang dikatakannya. Karena itulah gerakan mahasiswa sering disebut sebagai gerakan moral.

Peran yang ketiga adalah sebagai cadangan masa depan (iron stock). Mahasiswalah yang akan mengisi pos-pos kepemimpinan di bangsa ini. Mereka adalah calon ilmuan, insinyur, dokter, menteri, jaksa, polisi, presiden, dsb. Untuk bisa memimpin, kemampuan retorika dan moralitas yang baik saja tidak cukup. Melainkan diperlukan juga kompetensi kogkrit yang mumpuni di bidang masing-masing. Semakin banyak bidang yang kita unggul di dalamnya, semakin banyak bahasa yang bisa kita gunakan untuk membahasakan keinginan-keinginan kita.

Sebagai seorang yang mengaku bertuhan, kita akan teringat bahwa Allah melihat pada prosesnya bukan pada hasilnya. Proses yang baik dan benar serta hebat pasti membawa hasil yang baik, sekalipun secara lahiriah terlihat gagal dalam waktu tertentu—tetap saja proses yang baik, benar dan hebat itu penuh keberkahan. Keberkahan-kebarkahan itu semisal kesabaran yang patut dicontoh, kejujuran yang layak ditiru, kerja keras yang mesti dicontoh, kebahagiaan hati, dan ketenangan orang-orang sekeliling kita.

Kembali ke ideal atau sempurna. Pada seorang mahasiswa, ia akan dikatakan mahasiswa mendekati ideal, bila :
Mengenali sejarah bangsa hingga dirinya sendiri.
Jujur dalam menilai diri sendiri, dan berlaku jujur pada yang lain.
Berjiwa sosial, atau anti individualistik.
Beretos kerja yang tinggi (kerja ‘keras & cerdas’)
Berakhlak terpuji.

Terkhusus untuk akhlaq dan perilaku mulia(terpuji) ataupun kriteria mahasiswa Ideal akan jarang kita temukan pada diri Rasulullah lantaran beliau merupakan sosok Guru Paling Ideal sepanjang sejarah. Meski begitu, ada banyak hadis mengenai adab, akhlaq, dan segala hal mengenai bagaimana seharusnya seorang Muslim bersikap dalam menuntut ilmu yang layak untuk diterapkan oleh kita, mahasiswa yang hidup di akhir-akhir masa ini dan dibawah ini criteria bagaimana seorang mahasiswa Ideal menurut Islam.

1. IKHLAS

Landasan dari semua amal atau kegiatan seorang Muslim – entah itu mahasiswa atau umum – adalah ikhlas. Ikhlas disini adalah ikhlas dalam beramal, dalam belajar, dalam bekerja, hanya untuk mencari ridha Allah, untuk mencari surga-Nya. Jangan jadikan belajar kita, usaha kita, perjuangan kita selama belajar ini sia-sia lantaran tidak adanya niat yang ikhlas untuk menggapai ridhaAllah. Terkhusus untuk pelajar Muslim, ingatlah baik-baik hadis berikut:

“Barangsiapa mempelajari ilmu yang semestinya untuk mencari ridha Allah, tetapi ternyata ia mempelajarinya tidak lain hanya untuk mendapatkan kekayaan dunia, niscaya ia tidak mencium aroma surga pada hari kiamat ” [HR. Abu Dawud 3664, HR. Ibnu Majah (I/93) dan HR. Hakim (I/85 dan dishahihkan oleh Imam Nawawi].

2. MENGHORMATI DOSEN (Guru)

Posisi orang berilmu, seperti ulama atau guru, ustadz, ataupun dosen adalah sangat mulia lantaran Allah ta’ala berfirman:

“…Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. dan Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan” (QS Al-Mujadillah[58]: 11).

Jelas sudah bahwasanya ulama atau guru ataupun ustadz ataupun mereka yang kita anggap ‘gembel’ namun berilmu adalah jauh lebih mulia daripada mereka yang berpangkat, atau berduit namun tidak berilmu. Oleh karena itu, wajib bagi kita untuk ‘mengagungkan’ apa-apa yang terhormat di sisi Allah sebagaimana firman Allah dalam surat Al-Hajj [22] ayat 32:

“…dan barangsiapa mengagungkan apa-apa yang terhormat di sisi Allah, Maka itu adalah lebih baik baginya di sisi Tuhannya…” (QS Al-Hajj[22]: 30)



3. OPTIMAL WAKTU


Bukankah kita yang masih muda ini masih banyak diberi dua nikmat ini? Kemanakan kita gunakan kedua nikmat tersebut? Apakah kita menghancurkan nikmat sehat kita dengan merokok, minum minuman beralkohol, mentatto tubuh kita? Kemana kita menghabiskan nikmat waktu luang kita? Tidur 20 jam sehari? Nonton TV 12 jam sehari? Nongkrong 10 jam?Ngrumpi?

Sungguh, beberapa pemuda saat ini telah banyak menyia-nyiakan kedua nikmat tersebut. Maka hendaknya kita belajar berhati-hati untuk memenfatkan ilmu dan waktu yang kita miliki.

4. SMART UKHUWAH

Istilah ini yang kiranya tepat mewakili sosok mahasiswa Muslim Ideal yang mampu menjaga silaturahim, pintar dalam memilih sahabat, dan smart dalam bergaul. Mari kita bahas satu per satu. Teman yang baik adalah teman yang bisa mendatangkan manfaat di dunia dan di akhirat. Bukankah Allah telah berfirman:

“Teman-teman akrab pada hari itu sebagiannya menjadi musuh bagi sebagian yang lain kecuali orang-orang yang bertakwa.” (QS Az-Zukhruf[43]: 67)

Rasulullah Muhammad Salallahu ‘Alaihi Wasalam bersabda: “Waspadalah dengan perpecahan, karena sesungguhnya setan bersama orang-orang yang sendiri, dan dia lebih jauh dari orang yang berdua.”

Pergaulan. Ya, dalam pergaulan kita memiliki dua opsi; mempengaruhi ataupun dipengaruhi. Jika kita bergaul dengan orang-orang jahat, maka ada kemungkinan kita terpengaruh jahat. Atau justru kita mampu mempengaruhi mereka agar meninggalkan kejahatan. Oleh karena Allah telah memberi kita rambu-rambu dalam bergaul melalui firman-Nya:

“Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan dengan Aku sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu, Maka janganlah kamu mengikuti keduanya, dan pergaulilah keduanya di dunia dengan baik, dan ikutilah jalan orang yang kembali kepada-Ku, Kemudian Hanya kepada-Kulah kembalimu, Maka Kuberitakan kepadamu apa yang Telah kamu kerjakan.” (QS Luqman: 15).

Demikianlah bagaimana kita agar dapat menjadi seorang mahaiswa yang ideal baik dalam sisi akademis maupun sisi diri kita sebagai seorang muslim.mudah-mudahan dapat bermanfaat bagi para pembaca sekalian.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

QUOTE NARUTO

Belajar dari Israel

Hakikat Seorang Guru